Rabu, 16 April 2014

Artikel tentang Resapan air di Jalan Jawa



Normalisasi daerah resapan air di Jalan Jawa

Disetiap lingkungan kampus memiliki daerah-daerah tertentu yang padat penduduk dan membuat daerah di lingkungan sekitar kurang resapan air, setiap kali musim hujan terdapat genangan air dimana-mana, hal ini menjadi hal yang “biasa” dan tidak pernah ada habisnya. Penduduk asli mauoun pendadang (mahasiswa) seolah-olah tidak peduli dan tidak membantu menyelesaikan permasalahn resapan air yang kurang di Jalan Jawa. Akibat yang ditimbulakan dari kurangnya resapan air di jalan Jawa adalah terjadinya banjir karena luapan dari selokan warga, di jalan Jawa sendiri tidak memiliki sungai sebagai wadah penampungan air hujan, kesadaran masyarakat dijalan Jawa.
Di jalan jawa banyak terdapat pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan disepanjang trotoar jalan, mengakibatkan bertambahnya pencemaran lingkungan, karena dengan adanya pedagang kaki lima semakin bertambahnya sampah-sampah yang dibuang sembarang tempat di sekitar daerah dijalan jawa, perlu adanya pengalihan tempat pedagang kaki lima agar daerah di jalan jawa bisa lebih bersih dan berkurang sampah-sampah sehingga dapat mengurangi genangan-genangan air didaerah jalan jawa.

biologinote.blogspot.com
biofkip.blogspot.com

Puisi tentang Lingkungan



Alamku sudah berubah
Hijau, warna yang paling sering aku temui semasa kecil
Sejuk, itu membuat nurani ini menjadi tenang
Tak ada limbah, tak ada asap
Kumuh? Tak kulihat
Dan ikan-ikan kecil itu masih senang menari-nari dihadapan
Oksigen yang tercukupi
Sungaiku yang jernih dan tak terkontaminasi
Namun itu dulu..
Sekarang tak ku temui lagi
Dunia indahku bersama alam
Bersama tumbuhan
Bersama kebahagiaan
Bersama ikan-ikan yang lama tak ku lihat lagi
Kebahagiaannya
Kehadirannya
Karena sungaiku telah berubah
Seiring dengan kotaku yang penuh sesak
Aku ingin kembali
Seperti dulu lagi
Saat alam bicara padaku
Saat alam alam rindu akan  titahnya
Sebagai penyelamat kita

Sabtu, 15 Februari 2014


Akhirnya Ke Ijen Juga

Hari sabtu dan minggu tepatnya tanggal 8 dan 9 Februari saya ke gunung Ijen bersama dengan teman-teman angkatan SMA dan kakak kelas alumni SMAN I Pamekasan dalam rangka CGTK On Vacation. Saya tak menyangka, seorang perempuan malas jalan kaki seperti saya bisa menapaki kaki mungil ini di gunung Ijen yang ketinggiannya berkisar 2300 meter dari permukaan laut. Perjalanan dimulai pada jam 00.00 WIB minggu dini hari, dengan kemiringan 650, saya dan rombongan yang lain bahu-membahu untuk mencapai puncak Ijen. Sebelum itu, kami melakukan perjalanan menggunakan truk dengan 25 orang, berangkat dari Jember jam 17.00 WIB sampai di lereng gunung Ijen jam 23.00 WIB. Segala persiapan telah sudah disiapkan, seperti jaket tebal kalau bisa dua lapis, sarung tangan, kaos kaki double, sepatu, kerpus, masker, perbekalan yang lainnya juga harus disiapkan.
                Pendakianpun dimulai, awalnya memang tidak terasa berat namun lama-kelamaan kaki ini terasa berat, akhirnya saya ada yang tidak kuat menempuh perjalanan keatas puncak Ijen, dia punya penakit asma, padahal sudak 1 km kita berjalan kurang 2 km lagi sampai puncak. Kami terus menyemangati teman kita yang sudah tidak sanggup melanjutkan perjalanan, karena jika tidak sampai puncak satu orang, semuanya juga tidak ke puncak Ijen, begitulah rumus solidaritas kami. Jujur saya sangat terharu, setelah berhasil meyakinkan teman saya akhirnya dia mau melanjutkan perjalanan dengan bergandengan tangan denganku dan satu lagi temanku. Hal termanis yang pernah saya miliki mengingat susahnya perjalanan, kaki ini serasa tidak kuat berjalan namun tetap kami paksa dengan semangat yang membara. Selama perjanan kita bernyanyi untuk melepaskan rasa lelah yang sudah tak tertahankan lagi. Akhirnya semua penat itu terbayar dengan pemandangan yang Subhanallah indahnya, aku berada diatas awan bersama teman-teman tercinta. Setelah sampai dipuncak kita disambut dengan Blue fire yang terkenal itu. Kami sampai dipuncak jam 02.30 WIB sembari menyantap perbekalan yang ada dan menikmati indahnya blue fire, udara disana sangat dingin serasa dinginnya seperti di film Korea saja, herannya turis-turis mancanegara yang kesana hanya memakai baju biasa, bukan baju tebal seperti yang kami pakai, mungkin karena sudah terbiasa. Dinginnya udara disana tidak tertahankan lagi, akhirnya saya dan teman-teman saling berpelukan, tentunya sesama peremuan. Sholat di gunung adalah pengalaman yang tak terlupakan. Sebenarnya yang kita tunggu selama 3 jam adalah matahari terbit dan kawah Ijen yang tersohor didunia itu, sayangnya kita tidak melihat kawwah tersebut yang ada malah asap blerang yang sangat menyengat di hidung, semua hal indah itu tertutupi oleh kabut dan asap blerang, kita sudah merasa kelelahan, meunggu matahari yang tak muncul, kawah yang kami harapkan tak terlihat, akhirnya kita putuskan untuk pulang pada jam 6 pagi. Walaupun  begitu kita tak merasa kecewa karena selama perjalanan menuju uncak dan dari puncak turun kebawah lagi, semuanya memiliki pelajaran hidup yang Subhanallah penting, saya jadi tau artinya sabar, solidaritas dan bertahan dalam kesulitan itu seperti apa. Karena seyogyanya mendaki bukanlah urusan mudah, bukan hanya perjalanan fisik namun juga perjalanan hati yang menyimpan banyak memori yang sayang untuk dilewatkan. Walaupun kita hampir mati  karena sengatan bau blerang namun kita sanggup melewati itu, intinya bertahanlah, jangan menyerah !
Dan yang terpenting jangan ke Ijen ketika musim hujan datanglah pada musim kemarau karena selain dapat melihat kawah Ijen juga tidak berkabut. Selamat mendaki. berikut adalah foto-foto kami pas di ijen